Jawaban(1 dari 5): Terima kasih atas pertanyaanya. Kalau untuk menelaah seberapa jauh tingkat munafiknya, saya sendiri tidak bisa pastikan. Sebab saya bukan pihak yang berhak menilai orang lain. Saya tidak sesuci itu untuk mengklaim orang lain salah atau benar. Dari pada dibilang munafik, mariSosok munafik di zaman mana pun dan di negeri mana pun akan menjadi momok yang menyusahkan. Seolah berada pada pihak mukmin padahal sejatinya ada di pihak lain. Orang seperti ini kadang argumentasinya bernas, lengkap dengan kutipan dari literatur, mengutip perkataan ulama, alur penyampaiannya teratur dan logikanya terstruktur, namun sayang semua itu dia gunakan untuk mendukung kemaksiatan dan kesesatan. Di zaman ini, potret di atas sering kita dapati pada beberapa orang yang biasa disebut cendekiawan muslim. Ada yang membela LGBT, ada yang menetang syariat Allah da nada pula yang menistakan syariat Allah. Potret-potret semacam itu mengingatkan kita tentang sabda Nabi Muhammad –Shallallahu alaihi wasallam– perihal para munafik aliimul liisan. Munafik yang pandai bersilat lidah. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam sangat mengkhawatirkan keberadaan orang-orang munafik ini, para pembual yang pandai mengolah kata dan pandai berbicara. Beliau bersabda إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيمِ اللِّسَانِ “Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takuti menimpa umatku, adalah setiap munafik yang pandai bicara bersilat lidah.” HR. Ahmad no. 143 Senada dengan itu, suatu ketika Umar bin al-Khattab radhiyallahu anhu naik mimbar kemudian berpidato إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى هَذِهِ الْأُمَّةِ الْمُنَافِقُ الْعَلِيمُ ، قِيلَ وَكَيْفَ يَكُونُ الْمُنَافِقُ عَلِيمٌ ؟ قَالَ عَالِمُ اللِّسَانِ، جَاهِلُ الْقَلْبِ وَالْعَمَلِ “Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan terhadap umat ini adalah orang pintar yang munafik. Para sahabat bertanya Bagaimana bisa seseorang itu menjadi munafik yang pintar? Umar radhiyallahu anhu menjawab “Yaitu orang yang pandai berbicara bak seorang alim, tapi hati dan perilakunya jahil”. Ihya Ulumuddin, hlm. 1/59 Adapun maksud dari Alimul Lisan pandai bicara adalah mereka mempergunakan kepandaian agamanya mempengaruhi manusia, menggunakan dalil-dalil tapi tidak mengamalkannya, banyak berkata-kata sesuai pesanan yang membayarnya dan memperindah perkataannya untuk menarik masa sebanyak-banyaknya. Al-Imam Muhammad Al-Munawi rahimahullah menjelaskannya untuk menerangkan hadist di atas عليم اللسان أي عالم للعلم منطلق اللسان به، لكنه جاهل القلب فاسد العقيدة، يغر الناس بشقشقة لسانه، فيقع بسبب تباعه خلق كثير في الزلل “Yang dimaksud dengan “’alim lisannya” yaitu dia alim terhadap ilmu dan lisannya lugas menyampaikan ilmu, akan tetapi jahil bodoh hatinya lagi rusak akidahnya, dia menipu manusia dengan kefasihan lidahnya, sehingga banyak orang tersesat karena mengikutinya.” Faidhul Qadir, 1/221 Contoh Munafik Aliimul Lisan disebutkan oleh Al-Munawi di dalam Faidhul Qadir adalah Dzul Khuwaishirah at-Tamim an-Najdi. Dia adalah orang yang menampakkan kesholehan di hadapan orang banyak, terlihat tanda-tanda atau bekas ibadah sunnahnya namun berakhlak buruk, seperti suka mencela, merasa paling benar, buruk sangka kepada kaum muslim dan keras kepada kaum muslim namun lemah lembut kepada orang kafir. Orang seperti ini sangat hina, mereka berbusana Islam tapi bertujuan untuk menyobek-nyobek busana tersebut, merusak citra Islam. Kisah Dzul Khuwaisirah ini diceritakan dalam riwayat al-Bukhari dalam Shahih-nya بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْسِمُ، جَاءَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ ذِي الْخُوَيْصِرَةِ التَّمِيمِيُّ، فَقَالَ ” اعْدِلْ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَقَالَ وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ، قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ دَعْنِي أَضْرِبْ عُنُقَهُ Ketika Nabi shallallaahu alaihi wa sallam sedang membagi harta rampasan, tiba-tiba Abdullah bin Dzil-Khuwaishirah At-Tamiimiy datang, lalu berkata “Berbuat adillah wahai Muhammad !”. Beliau shallallaahu alaihi wa sallam bersabda “Celaka engkau. Siapakah yang akan berbuat adil jika aku tak berbuat adil ?”. Mendengar itu Umar bin Al-Khaththaab berkata “Ijinkanlah aku untuk memenggal lehernya !”. HR. Al-Bukhari no. 6933 Kisah tersebut menceritakan bahwa Dzul Khuwaishirah meminta Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam untuk berbuat adil. Dia menggunakan kata adil, bukan untuk menuntut keadilan, namun dia meggunakan kata tersebut untuk menyerang pribadi Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, tujuannya agar para sahabat menganggap beliau membagi ghanimah secara tidak adil. Pola seperti ini juga yang dilakukan hari ini, mereka mengesankan dirinya membela kebenaran dengan berbagai argumentasi yang seolah-olah syar’i, namun pada hakikatnya mereka sedang menyerang Islam, membela kemungkaran dan menggerogoti sendi-sendi Islam secara perlahan. Mewaspadai Munafik yang Pandai Bicara Di era keterbukaan informasi, orang munafik justru menampakan diri secara terang-terangan. Mereka menggunakan atribut-atribut keislaman, didapuk sebagai representasi ormas Islam, namun pemikiran jauh dari Islam, bahkan mendekati kekafiran. Mereka tidak hanya dari kalangan miskin ilmu, bahkan mereka intelektual dan cendekiawan Muslim, namun mereka mencampurkan yang haq dengan yang bathil, memelintir dalil-dalil, dan mengolah kata-katanya sehingga tampak benar. Orang-orang munafik ini pun mengaku dirinya yang paling Islam, padahal tidak, tujuannya adalah menipu umat Islam. Ketika umat Islam sudah terbius dengan penampilan mereka, mereka mulai menampakan pemikiran-pemikiran aneh dan menyimpang kepada masyarakat. Jurus andalan mereka adalah kepandaian mereka dalam berbicara, berdebat dan berargumen. Kepada orang-orang munafik ini, hendaknya kita menjauhi mereka dan tidak peduli dengan apa yang mereka katakan. Sebagaimana firman Allah ta’ala وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ “Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa akan larangan ini, maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat akan larangan itu.” QS. Al-An’am 68 Demikianlah yang dilakukan oleh para ulama terdahulu, orang-orang munafik yang pandai bersilat lidah ini hendaknya ditinggalkan. Sebagaimana yang dilakukan Ibnu Sirin rahimahullah dalam Sunan Ad-Darimi dari Asma’ bin Ubaid دخل رجلان من أصحاب الأهواء على ابن سيرين فقالا يا أبا بكر، نحدثك بحديث؟ قال لا، قالا فنقرأ عليك آية من كتاب الله؟ قال لا، لتقومان عني أو لأقومن. قال فخرجا، فقال بعض القوم يا أبا بكر، وما كان عليك أن يقرآ عليك آية من كتاب الله تعالى؟ قال إني خشيت أن يقرآ علي آية فيحرفانها فيقر ذلك في قلبك “Dua orang ahli Bid’ah menemui Ibnu Sirin, kemudian berkata Wahai Abu Bakar, mau kah kamu mengecek hafalan hadist kami? Ibnu Sirin menjawab tidak. Lantas keduanya berkata “Kami ingin kamu mengecek pemahaman kami terhadap kitabullah? Ibnu Sirin menjawab tidak, hendaknya kalian pergi atau aku yang pergi. Maka Asma’ bin Ubaid meneruskan, mereka berdua pergi kemudian seseorang bertanya “Wahai Abu Bakar, mengapa kamu menolak mereka yang ingin mengecek pemahamannya tentang ayat-ayat al-Qur’an kepadamu? Ibnu Sirin menjawab “Saya khawatir mereka berdua akan membacakan beberapa ayat di hadapanku kemudian memelintir maknanya, dan kesesatan yang mereka sampaikan membekas di hatimu.” Sunan ad-Darimi no. 400 Keberadaan orang munafik sangat membahayakan, potensinya akan membawa umat kepada penyimpangan dan hancurnya Islam dari dalam. Dalam kehidupan, mereka tampak seperti saudara namun dalam pemikirannya mereka memusuhi Islam dan mengkhianati Islam. Apapun yang mereka ucapkan tidak lain karena motivasi duniawi atau pesanan dari pemilik kekuasaan. wallahu alam bish showab.. mh Sumber
Q "Apabila berkata ia selalu berdusta." Lafaz yang tepat untuk terjemah di samping adalah .
Jakarta - Salah satu sifat yang amat dibenci Allah SWT adalah munafik. Ciri-ciri orang munafik telah disebutkan dalam Al Quran dan hadits. Apa saja?Menurut bahasa, munafik diartikan sebagai berpura-pura. Sedangkan menurut istilah, munafik artinya berpura-pura dalam suatu hal. Orang munafik juga disebut orang yang perkataannya tidak sesuai dengan tindakan atau SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 145 bahwa orang munafik akan ditempatkan pada neraka tingkatan paling bawah. Berikut firman-Nyaاِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ فِى الدَّرْكِ الْاَسْفَلِ مِنَ النَّارِۚ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيْرًاۙArab-latin innal-munāfiqīna fid-darkil-asfali minan-nār, wa lan tajida lahum naṣīrāArtinya "Sungguh, orang-orang munafik itu ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka." QS. An-Nisa 145Menurut tafsir Kementerian Agama, ayat tersebut menjelaskan tentang peringatan terhadap orang munafik, bahwa mereka akan disiksa di neraka pada tingkatan paling bawah karena munafik adalah perbuatan paling orang-orang munafik disebut telah menipu Rasulullah SAW dan orang-orang mukmin. Maka, kelak mereka tidak akan mendapatkan penolong yang dapat menyelamatkan ataupun meringankan siksaan yang akan mereka Negatif Sifat MunafikDikutip dari buku Pendidikan Agama Islam oleh Tuti Yustiani, berikut dampak negatif yang timbul akibat sifat munafik1. Perbuatan munafik akan merugikan diri sendiri. Munafik juga termasuk salah satu penyakit hati yang dapat menutup hidayah dari Allah Orang munafik juga tidak akan dipercaya oleh orang lain karena mereka terkenal akan Munafik juga dapat memunculkan permusuhan atau ketidakharmonisan hubungan dalam kehidupan Merugikan dan menjerumuskan orang munafik diterangkan dengan jelas dalam Al Quran. Bahkan, Allah SWT menurunkan satu surat yang berisikan orang-orang munafik, yaitu Surat Al Munafiqun, surat ke-63 dalam mushaf Al Quran. Berikut ciri-ciri orang munafik sebagaimana terdapat dalam Al Quran dan hadits1. PendustaCiri orang munafik yang pertama adalah pendusta. Orang yang suka bedusta saat berbicara adalah orang yang munafik. Sebagaimana disebutkan dalam surat Al Munafiqun ayat 1 sebagai berikutاِذَا جَاۤءَكَ الْمُنٰفِقُوْنَ قَالُوْا نَشْهَدُ اِنَّكَ لَرَسُوْلُ اللّٰهِ ۘوَاللّٰهُ يَعْلَمُ اِنَّكَ لَرَسُوْلُهٗ ۗوَاللّٰهُ يَشْهَدُ اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ لَكٰذِبُوْنَۚ - ١Artinya "Apabila orang-orang munafik datang kepadamu Muhammad, mereka berkata, "Kami mengakui, bahwa engkau adalah Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar Rasul-Nya; dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta." QS. Al Munafiqun 12. Khianat, Ingkar Janji, dan ZalimSementara itu, dalam sebuah hadits riwayat Muslim, disebutkan bahwa ada empat ciri-ciri orang munafik. Dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhu, ia berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَArtinya "Ada empat tanda, jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munafik tulen. Jika ia memiliki salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai ia meninggalkan perilaku tersebut, yaitu jika diberi amanat, khianat; jika berbicara, dusta; jika membuat perjanjian, tidak dipenuhi; jika berselisih, dia akan berbuat zalim." HR. Muslim3. Malas BeribadahCiri orang munafik lainnya adalah malas beribadah kepada Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya dalam surat An-Nisa ayat 142اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ يُخٰدِعُوْنَ اللّٰهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْۚ وَاِذَا قَامُوْٓا اِلَى الصَّلٰوةِ قَامُوْا كُسَالٰىۙ يُرَاۤءُوْنَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ اِلَّا قَلِيْلًاۖ - ١٤٢Artinya "Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk salat, mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud ria ingin dipuji di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali." QS. An-Nisa 1424. Mengajak pada KemungkaranDalam surat At Taubah ayat 67 disebutkan bahwa orang munafik adalah orang-orang yang fasik. Mereka mengajak untuk berbuat mungkar dan mencegah untuk berbuat وَالْمُنٰفِقٰتُ بَعْضُهُمْ مِّنْۢ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوْفِ وَيَقْبِضُوْنَ اَيْدِيَهُمْۗ نَسُوا اللّٰهَ فَنَسِيَهُمْ ۗ اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ - ٦٧Artinya "Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah sama, mereka menyuruh berbuat yang mungkar dan mencegah perbuatan yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya kikir. Mereka telah melupakan kepada Allah, maka Allah melupakan mereka pula. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik." At-Taubah 67Ciri orang munafik berikutnya adalah suka mencela orang yang berbuat kebaikan. Klik halaman selanjutnya >>>>> Simak Video "Massa Aksi Bela Al-Qur'an Ancam Demo Tiap Jumat, Jika..." [GambasVideo 20detik]
Hadisdari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bawasannya rasulullah saw bersabda “ Tanda orang munafik itu ada tiga, apabila ia berucap berdusta, jika membuat janji ingkar, dan jika dipercaya mengkhianati.” (HR Bukhari, Kitab Iman Bab Tanda-tanda orang munafik, No. Orang-orang yang fikiran dan hatinya tidak menyatu untuk mengingat Allah SWT dalam salatnya.Ilustrasi orang yang selalu meraa menang sendiri. Foto orang yang suka ingkar janji. Foto shutterstock"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu terhadap sumpah-sumpahmu itu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat."“Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”Ilustrasi orang yang berkhianat. Foto Antonucci“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya....”"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya dengan shalat di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.""Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi manusia dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan."Ilustrasi orang yang selalu meraa menang sendiri. Foto jiwa serta penyempurnaan ciptaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." "Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan menolong dengan barang berguna, sedikit berzikir."Chika289Orang Munafik jika berbicara ia Dusta Orang Munafik jika berjanji ia Ingkar.. Segala sesuatu yang akan terjadi pada makhluknya telah ditetapkan allah azali c.bumi diciptakan d.bayi Answer. Nisa728 February 2019 | 0 Replies .
Oleh HASAN BASRI TANJUNG Sejatinya, manusia diciptakan dengan kesempurnaan jasmaniyah fisik, aqliyah pikiran, dan ruhaniyah batin. Ketiga dimensi ini telah meninggikan derejat manusia melebihi makhluk lain, termasuk malaikat yang senantiasa beribadah kepada Allah SWT. Pada sisi lain, manusia juga dilengkapi perangkat lunak hawa nafsu keinginan diri sendiri sebagai daya dorong untuk bergerak, berbuat, dan merekayasa kehidupan. Namun, hawa nafsu yang tidak terkendali nafs al-ammarah akan menjerumuskan ke lembah durjana. Apalagi, dalam diri manusia diselipkan potensi negatif, seperti keluh kesah, lemah, malas, lupa diri, dan kufur QS al-Ma’arij [70] 19-21. Manusia harus bermujahadah kesungguhan batin menjauhi sifat-sifat buruk itu agar dapat menunaikan tugas kehambaan dan amanah kekhalifahan dengan baik. Hawa nafsu yang tidak terkendali nafs al-ammarah akan menjerumuskan ke lembah durjana. “Rasulullah SAW berlindung kepada Allah dari delapan perkara, yakni kecemasan, kesedihan, kemalasan, kebakhilan, ketakutan, belitan utang, dan penidasan musuh.” HR Ahmad. Walaupun potensi positif lebih besar daripada potensi negatif dalam diri manusia, tapi daya tarik keburukan lebih kuat dibanding dengan daya tarik kebaikan. Jika hawa nafsu ditumpangi rayuan setan, maka kerusakan yang ditimbulkannya semakin besar. Prof Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar hal 127 menjelaskan bahwa di permulaan surah al-Baqarah, manusia dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, muttaqiin, yakni orang yang percaya hati, mulut, dan perbuatannya. Kepercayaan hatinya dibuktikan oleh perbuatan ayat 1-5. Kedua, kafir, yakni orang yang tidak mau percaya, hatinya tidak percaya, mulutnya menentang, dan perbuatannya melawan ayat 6-7. Ketiga, munafik, yakni orang yang pecah di antara hati dengan mulutnya. Mulutnya mengakui percaya, tetapi perbuatan dan hatinya tidak sesuai dengan ucapan ayat 8-20. Sedemikian krusial, uraian tentang kemunafikan pun lebih banyak daripada orang takwa dan kafir. Sifat dan perilakunya disajikan dalam 13 ayat, sementara orang bertakwa hanya lima ayat, dan kafir dalam dua ayat. Dalam beberapa ayat, orang munafik dan kafir disebutkan bersamaan dan kelak akan disiksa dalam neraka QS an-Nisa' [4] 140-143. Pada zaman Nabi SAW dan Khulafaur Rasyidin, musuh yang paling berat adalah orang-orang munafik. Sebab, mereka sulit dideteksi dan berada di dalam barisan kaum muslimin. Mereka bagaikan “musuh dalam selimut”, “menggunting dalam lipatan”, “menyalip di tikungan”, dan “menusuk dari belakang”. Terkadang mereka seperti kawan, tapi di belakang bersekongkol dengan lawan untuk menghancurkan QS an-Nisa' [4] 81. Jika berkumpul dengan umat Islam, mereka mengaku setia dan beriman. Namun, ketika berkumpul dengan musuh mengaku hanya mengolok-olok dan mempermainkan saja QS al-Baqarah [2] 14. Jika dilihat dari perilaku dan dampaknya, setidaknya kemunafikan dapat dibagi menjadi tiga macam. Pertama, kemunafikan personal an-nifaaqu al-fardii. Sikap dan perilaku seseorang yang buruk dalam berinteraksi dengan masyarakat. Secara zahir, sikap dan ucapannya santun dan menarik, tapi perbuatan tidak sejalan. Layaknya penipu ulung yang tampil gagah dengan asesoris menawan. Begitu juga calon legislatif dan pemimpin yang mengumbar janji, tapi mudah lupa dan melalaikan amanah. Tanda orang munafik ada tiga macam yakni apabila berkata ia dusta, apabila berjanji ia ingkar, dan apabila dipercaya ia khianat HR Muslim. Dalam riwayat lain disebutkan empat tanda munafik sejati, yakni jika bicara dusta, jika berjanji ingkar, jika diberi amanah khianat, dan jika berseteru ia curang HR Bukhari. Kemunafikan personal bertujuan mengambil keuntungan pribadi dengan cara yang buruk QS al-Baqarah [2] 204. Kedua, kemunafikan sosial an-nifaaqu al-ijtimaa’ii. Sikap dan perilaku kolektif yang koruptif dan menyalahi etika sosial orang yang berkuasa atau berpengaruh demi mewujudkan ambisi kelompoknya. Orang bijak berkata, gambaran kemunafikan sosial yang paling besar adalah memberikan pakaian dan makanan sisa kepada fakir dan misikin. Namun pada saat bersamaan memberi hadiah mewah kepada orang kaya yang tidak mereka butuhkan. Inilah gambaran pejabat negara atau politisi tak beradab yang menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan dan kekayaan. Untuk menjaga citra yang merakyat dan peduli, mereka bersedekah sekadarnya kamuflase, lalu diliput media massa QS al-Baqarah [2] 267. Kemunafikan sosial adalah tipuan yang jitu untuk mengelabui masyarakat yang dilakukan dengan rapi. Padahal, infak yang bernilai kebajikan hanyalah dari sesuatu yang disukai QS Ali Imran [3] 92. Ketiga, kemunafikan spiritual an-nifaaqu ar-ruuhii. Sikap dan perilakunya positif dan bermanfaat bagi orang banyak, sehingga ia pun dihormati dan dikenang sepanjang zaman. Mereka suka menolong dan memberdayakan umat, tapi terbersit di lubuk hatinya untuk menerima pujian manusia riya' dan sum’ah. Ia hendak menipu Allah, akan tetapi sebenarnya dia menipu dirinya sendiri QS an-Nisa' [4] 142. Nabi SAW pernah menceritakan tiga orang yang berjasa di dunia, tapi mereka menjadi orang pertama masuk neraka. Pertama, orang mati syahid yang ingin disanjung sebagai pemberani. Kedua, orang alim yang ingin dipuji sebagai cerdik pandai. Ketiga, orang kaya yang hendak disebut dermawan HR Muslim. Walhasil, pada hakikatnya kemunafikan itu sama, yakni menipu diri sendiri. Jika kemunafikan personal dilakukan seseorang kepada orang lain, maka kemunafikan sosial dilakukan secara kolektif, sistemis, dan sistematis sehingga dampaknya jauh lebih besar dan luas. Sedangkan, kemunafikan spiritual dilakukan seseorang kepada Allah SWT tanpa merugikan orang lain. Tentu, mereka akan mendapat hukuman yang sepadan, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Allahu a’lam bishshawab.